Hari ini terik sekali. Aku menghela napas. Di dalam rumah menyesakkan, tetapi sekarang aku tidak tahu mau ke mana. Mungkin aku akan pulang sebelum pukul 6.00 sore lalu main game sampai pukul 2.00 pagi seperti kemarin? Kakiku menyandung kerikil berdebu di sepanjang jalan. Di tanganku masih ada lukisan museum kota yang sudah setengah sobek. Tadinya niatanku adalah membuangnya ke TPA, tetapi bahkan sampah akan merasa terhina berada bersama benda ini.
Lukisan ini terlihat mati di mataku, maka aku membawanya ke tempatnya harusnya berada.
Ponselku bergetar beberapa kali. Sudah lama aku tidak mengecek pesan di ponselku, yang memang isinya hanya pesan di grup obrolan kelas. Kedua temanku mungkin sedang sibuk dengan game online-nya, karena riwayat obrolan terakhir kami adalah dua minggu lalu.
Hari ini ada pesta di rumah Mia, kata obrolan di grup. Orang tuanya sedang keluar rumah. Baru beberapa detik sejak aku melihat pengumuman itu, salah satu dari dua temanku, Adrian, mengirimiku pesan.
Kamu datang?
Aku meletakkan lukisanku di dekat makam yang paling tidak terurus.
Menurutmu? Aku ingin tidur.
Oh, ayolah Mich. Kita bisa ketemuan di sana. Berhenti mengurung dirimu seperti itu.
Aku mengetik dengan tidak niat. Lihat saja deh nanti.
“Lampu Gas”, ‘Aida Khoirunnisa
_________
Silih berganti selama waktu terus melaju, musim yang memberikan kebahagiaan serta kesengsaraan bagi sebagian insan. Bergantian menyembulkan karakteristiknya dalam urutan yang teratur. Semi yang berwarna, panas yang menyengat, gugur yang anggun, dan dingin yang putih. Atau bisa juga musim hujan dan kemarau bila kau tinggal di tempat dengan dua musim. Selama bumi ini terus berputar, maka tak akan ada satu musim yang tak membiarkan dirinya memudar perlahan dan memberikan musim lainnya untuk bersinar.